Jurnal Perspektif Sosiologi Indonesia https://jim.ar-raniry.ac.id/jupsi <table> <tbody> <tr> <td class="add_content"> </td> <td> <table> <tbody> <tr> <td>Journal Title</td> <td>: Jurnal Pespektif Sosiologi Indonesia (JUPSI)</td> </tr> <tr> <td>Frequency</td> <td>: 3 issues per year</td> </tr> <tr> <td>Language</td> <td>: Indonesia &amp; English</td> </tr> <tr> <td>E-ISSN</td> <td>: <a href="http://issn.pdii.lipi.go.id/issn.cgi?daftar&amp;1552367618&amp;1&amp;&amp;">On Process</a></td> </tr> <tr> <td>DOI</td> <td>: by Crossref</td> </tr> <tr> <td>Editor in Chief</td> <td>: <a href="https://scholar.google.co.id/citations?user=fd9qZNoAAAAJ&amp;hl=en" target="_blank" rel="noopener">Nofal Liata, M.Si</a></td> </tr> <tr> <td>Managing Editor</td> <td>: <a href="https://scholar.google.co.id/citations?hl=en&amp;user=A3gNGDUAAAAJ" target="_blank" rel="noopener">Musdawati, M.A</a></td> </tr> <tr> <td>Publisher</td> <td>: Program Studi Sosiologi Agama UIN Ar-Raniry</td> </tr> <tr> <td>Citation Analysis</td> <td>: <a href="https://scholar.google.com/citations?hl=en&amp;user=VYF_jNwAAAAJ&amp;view_op=list_works&amp;citft=1&amp;citft=2&amp;citft=3&amp;email_for_op=fakhrulaceh2016%40gmail.com&amp;authuser=2&amp;gmla=AJsN-F6AIdi92cC-CmGQV5-pjgvd0JzbJwjown1uSPKJTD2l3t2zp9X-XPN7l2X9b2bgvABg3ArO9SVgDgXRDgXpmwMfEKKgdFQcFwm3AEsPFTT6bg8FHCBehz-KbLbaBS5RrFrtg7MONTHCKtEkKc5BjXuCHT5TsXmIFFVJxkvigo5XlhnvJSH4Z150tvGoV9vNpzkiUaw93qfpNyQM-e84oF6cJo3uHzdYqRa5MyLvFtRro4PeQjz1hFvuMxSsnuTkkqLysCSjQp3x0BikNxBRyyv8oD64Dba-SZQwL6XVg2-cuXiTqjOUvefky4Fz8Fh9Xp6wQUFqtGiJWSG382nM0ilCbuxVhA">Google Scholar</a> | <a href="https://garuda.kemdikbud.go.id/journal/view/19599">Garuda</a></td> </tr> <tr> <td> </td> <td> </td> </tr> </tbody> </table> </td> </tr> </tbody> </table> <p><strong>The Indonesian Journal of Sociological Perspectives (JUPSI)</strong> is an academic journal published by the Sociology of Religion Study Program at Ar-Raniry State Islamic University, Banda Aceh, Indonesia. JUPSI serves as a publication platform for research findings, particularly for the academic community, including students, lecturers, and practitioners. The JUPSI journal is published three times a year, in March, July, and November. Each article undergoes a review process by selected reputable reviewers. JUPSI contains research results on various socio-religious phenomena occurring in Indonesia and the Southeast Asian region. JUPSI invites researchers and academics to submit their articles in the fields of sociological perspectives, social change, religious studies, theoretical studies, literature reviews on various social phenomena, and so on, both phenomena within and outside the country. JUPSI accepts manuscripts in Indonesian and English.</p> Program Studi Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh, Indonesia en-US Jurnal Perspektif Sosiologi Indonesia Tarian Seukat dan Respons Masyarakat Panton Reu Aceh Barat https://jim.ar-raniry.ac.id/jupsi/article/view/700 <p>This study explores the complex interplay between tradition, religion, and contemporary culture by examining public perceptions of the Seukat dance in Panton Reu, West Aceh. Deeply embedded in the region's cultural heritage, the Seukat dance has historically been a vital component of Aceh's cultural landscape. However, it now faces challenges stemming from shifting societal norms and evolving interpretations of religious practices. Employing a qualitative research methodology, the study investigates the diverse attitudes and beliefs of the local community toward the Seukat dance. Data were gathered through in-depth interviews, participant observations, and document analysis. The findings reveal a nuanced spectrum of public opinion: supporters highlight the dance's role in preserving cultural heritage and promoting spiritual values, while critics express concerns about modifications in its performance, particularly regarding attire and style, which they perceive as potential deviations from Islamic principles central to Acehnese culture. The study concludes that the Seukat dance transcends mere entertainment, serving as a vital symbol of Acehnese identity and a medium for expressing religious values through cultural expression. Its resilience amidst evolving social dynamics underscores the enduring significance of cultural traditions. However, ongoing debates about its interpretation and performance underscore the necessity for a deeper understanding of the interaction between tradition and modernity in Aceh.</p> <p><strong><br />Abstrak</strong></p> <p>Penelitian ini menggali hubungan rumit antara tradisi, agama, dan budaya kontemporer, dengan fokus pada persepsi publik terhadap tari Seukat di Panton Reu, Aceh Barat. Tarian Seukat, yang berakar kuat dalam warisan budaya setempat, telah menjadi bagian penting dari lanskap budaya wilayah tersebut. Namun, tarian ini telah menghadapi tantangan belakangan ini karena norma masyarakat yang berkembang dan interpretasi praktik keagamaan. Dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, penelitian ini bertujuan untuk memahami kompleks sikap dan keyakinan masyarakat setempat terhadap tari Seukat. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi, dan analisis dokumen. Temuan ini mengungkapkan gambaran opini publik yang bernuansa, dengan pendukung menekankan peran tarian dalam melestarikan warisan budaya dan mempromosikan nilai-nilai spiritual. Sebaliknya, para masyarakat yang kontra akibat perubahan penyajian tarian seukat mengungkapkan keprihatinan tentang potensi penyimpangan dari prinsip-prinsip semangat keIslaman dalam budaya Aceh, terutama mengenai pakaian dan gaya pertunjukannya. Studi ini menyimpulkan bahwa tarian Seukat lebih dari sekadar bentuk hiburan; itu berfungsi sebagai simbol identitas Aceh yang kuat dan kendaraan untuk ekspresi nilai agama dalam bentuk budaya. Kegigihan tarian di tengah kondisi sosial yang berubah menyoroti ketahanan tradisi budaya. Namun, perdebatan yang sedang berlangsung seputar interpretasi dan pertunjukan tarian menggarisbawahi perlunya pemahaman yang bernuansa tentang interaksi antara tradisi dan modernitas di Aceh.</p> Alfi Mursyida Abd Madjid Copyright (c) 2024 Alfi Mursyida, Abd Madjid https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0 2024-03-30 2024-03-30 1 1 1 20 Interaksi Sosial dan Pandangan Masyarakat Terhadap Pekerjaan Pemulung di Kota https://jim.ar-raniry.ac.id/jupsi/article/view/701 <p>This study examines the social interactions between urban communities and scavengers, specifically in the city of Banda Aceh. Scavenging work in Banda Aceh is notably organized in a single village. While scavengers carry out their activities like those in other cities, their social interactions both among themselves and with others exhibit significant dynamics. Their settlement as a community and relationships with nearby residents have created social impacts related to humanity, public order, emerging values, conflict, and solidarity. The core issues explored in this study include the scavengers’ presence, which reflects urban slums in the city, their social interactions, and their human-centric coexistence with the broader society. The aim of this study is to reveal the interaction patterns between scavengers and the urban community in Banda Aceh and to analyze the public’s perceptions of scavenging as a profession. This research employs a field study (field research) approach, with data collected directly from the field. The snowball sampling technique was used to select research informants. The findings indicate several forms of manipulative behavior observed among beggars in Banda Aceh, such as pretending to be blind, feigning physical disabilities, exploiting children, claiming to be solitary, or posing as charity solicitors. First, the community perceives the growing presence of beggars in Banda Aceh as a concerning reality, with some allegedly organized by certain individuals. Second, beggars cite various reasons for their activities, including economic necessity, physical limitations preventing work, lack of specific skills, and limited job opportunities</p> <p> </p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Studi Ini mengkaji tentang interaksi sosial antara masyarakt kota dengan pemulung, khususnya yang berada di Kota Banda Aceh. Pekerjaan pemulung di kota Banda Aceh termasuk yang teroganisir di satu desa. Mereka melakukan aktifitas sebagaimana pemulung lainnya namun dalam hal interaksi sosial baik sesama dan dengan pihak lain mengalami banyak dinamika. Mulai dari menetapnya mereka secara kelompok hingga hubungan dengan warga sekitarnya, memunculkan dampak sosial bekaitan dengan kemanusian, ketertiban umum, nilai baru, konflik dan kebersamaan. Permasalahan yang menjadi masalah dalam kajian ini adalah keberadaan pemulung mendiami kawasan mencerminkan kawasan kumuh di kota, interaksi sosial, dan namun atas nama kemanusian mereka hidup berinteraksi seperti masyarakat pada umumnya. Tujuan kajian ini adalah ingin mengungkapkan pola interaksi antara pemulung dan padangan masyarakat kota Banda Aceh, serta melihat bagaimana pandangan masyarakat terhadap pekerjaan pemulung di kota. Metode yang di gunakan dalam kajian ini adalah penelitian lapangan <em>(field research),</em> yaitu jenis penelitian yang pengumpulan datanya dilakukan di lapangan. Dalam menentukan informan penelitian menggunakan teknik <em>snowball sampling. </em>Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Bentuk manipulatif yang dilakukan pengemis ialah pengemis berpura-pura buta yang kerap beraksi di lampu merah Kota Banda Aceh, berpura-pura menjadi penyandang disabilitas Fisik, eksploitasi anak, berpura pura hidup sebatang kara, dan berkedok sumbangan amal. Kedua masyarakat beranggapan bahwa realitas kehidupan pengemis yang menjamur di kota Banda Aceh, dan ada dari mereka saat ini diorganisir oleh oknum-oknum. Ketiga alasan para pengemis memilih melakukan kegiatan mengemis ialah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, kondisi fisik yang tidak memungkinkan untuk bekerja, tidak mampu bekerja karena tidak memiliki keahlian khusus, dan kurangnya lapangan pekerjaan.</p> Bella Umairah Copyright (c) 2024 Bella Umairah https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0 2024-03-30 2024-03-30 1 1 21 35 Khanduri Bungong Kaye: Kearifan Lokal Berbalut Agama di Desa Lhok Timon https://jim.ar-raniry.ac.id/jupsi/article/view/702 <p>This study examines the tradition of <em>Khanduri Bungong Kaye</em>, practiced by the community of Lhok Timon Village, Setia Bakti Subdistrict, Aceh Jaya Regency. This tradition, which has been preserved and maintained to this day, originated during the time of the ancestors. <em>Khanduri Bungong Kaye</em> is a ceremony held to honor trees or plants that have just begun to produce flower buds. The research questions addressed in this study focus on how the community of Lhok Timon Village interprets the local wisdom embedded in <em>Khanduri Bungong Kaye</em>, the impacts of the tradition, and the reasons for its annual practice. A qualitative method was employed in this research, using documentation, interviews, and observations as the primary data collection techniques. The findings reveal that the local wisdom represented by <em>Khanduri Bungong Kaye</em> holds deep significance for the people of Lhok Timon Village. It symbolizes respect for tradition, fosters solidarity through local wisdom, and serves as a means to preserve and pass down heritage to younger generations. The impacts of <em>Khanduri Bungong Kaye</em> include expressing gratitude to Allah for the blessings received, fostering social interaction, facilitating communication, strengthening bonds of kinship, and enhancing social cohesion within the community. The reasons for continuing this tradition include maintaining harmony between humans and nature, preserving cultural and traditional heritage, reinforcing regional identity, and protecting the tradition from being lost over time.</p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Studi ini menkaji tentang Khanduri Bungong Kaye merupakan suatu tradisi masyarakat Desa Lhok Timon, Kecamatan Setia Bakti kabuapaten Aceh Jaya, yang sampai saat ini masih dijaga dan dilestarikan. Khanduri Bungong Kaye sudah ada sejak zaman nenek monyang terdahulu yang masih dilakukan hingga saat ini, Khanduri Bungong Kaye merupakan sebuah acara yang digelar untuk pohon atau tumbuh-tumbuhan yang baru mengeluarkan putik bunga. Rumusan masalah yang ingin kaji dalam pembahasan ini adalah bagaimana masyarakat di Desa Lhok Timon Kecamatan Setia Bakti memaknai kearifan lokal dalam Khanduri bungong kayee, dampak Khanduri Bbungong kayee, dan mengapa masyarakat masih melakukan tradisi Khanduri bungong kayee pada setiap tahunnya. Penelitian ini menggunakan Metode kualitatif, dengan dokumentasi, wawancara, dan observasi sebagai metode pengumpulan data utama. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa makna kearifan lokal dalam khanduri bungong kaye bagi masyarakat Desa Lhok Timon adalah sebagai bentuk penghormatan atas tradisi. sebagai solidaritas dalam bentuk kearifan lokal. sebagai upaya menjaga dan mewariskan ke generasi muda. Dampak dari khanduri bungong kaye yaitu, pelaksanaan khanduri ini adalah salah satu cara masyarakat mengungkapkan rasa syukur kepada Allah atas segala nikmat yang diberikan. menciptakan interaksi sosial, melalui khanduri masyarakat dapat berinteraksi, saling berkomunikasi, mempererat talisilaturrahmi, dan memperkuat hubungan sosial diantara mereka. Alasan masih melaksanakan khanduri bungong kaye bagi masyarakat Desa Lhok Timon yaitu, untuk menjaga keharmonisan antara alam dan manusia, untuk pelestarian budaya dan tradisi, sebagai pemupuk identitas kedaerahan, dan khawatir ditelan zaman.</p> Cut Husniyati Copyright (c) 2024 Cut Husniyati https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0 2024-03-30 2024-03-30 1 1 36 48 Dinamika Pacuan Kuda Pada Masyarakat Bener Meriah Aceh Tengah https://jim.ar-raniry.ac.id/jupsi/article/view/703 <p>Horse racing, a cultural tradition popular among various groups including children, teenagers, and adults, originates from the highland region of Gayo. Initially, horse racing was conducted by young men after harvest season along the shores of Lake Lut Tawar in Kampung Bintang. Over time, this tradition has evolved into an annual event organized by the Gayo community, persisting to this day. However, the event has been associated with gambling practices among certain segments of the population in Central Aceh. This study aims to explore the implementation of horse racing gambling practices in Central Aceh and to investigate why these practices continue to persist among parts of the local community. A qualitative method was employed to observe the phenomenon in a naturalistic and authentic manner. Data collection techniques included observations, interviews, and documentation. The findings reveal several gambling practices associated with horse racing in Central Aceh, including the locations where gambling occurs, gambling techniques (such as selecting jersey colors, betting pools, monetary wagers, and specific bets), and gambling strategies (such as selecting horses, reviewing horse performance history, consulting with peers, and pretending to be a novice). The persistence of horse racing gambling practices is influenced by factors such as the role of local traditions, gamblers' perceptions of societal responses, and the large number of spectators. Efforts to curb gambling during horse racing events in Central Aceh have been undertaken by the government and local community. These measures include issuing advisories, direct monitoring, and verbal warnings to gamblers at the horse racing arena.</p> <p> </p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Pacuan kuda sebagai budaya yang diminati berbagai kalangan seperti anak-anak, remaja, hingga orang dewasa, berasal dari daerah dataran tinggi Gayo. Awalnya pacuan kuda dilakukan oleh pemuda setelah panen di sisi pinggir danau laut tawar kampung Bintang. Seiring berjalannya waktu tradisi pacuan kuda telah menjadi kegiatan rutin yang selenggarakan setiap thunnya oleh masyarakat Gayo hingga saat ini. Namun, dalam pelaksanaan kegiatan tersebut terdapat praktik perjudian yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Aceh Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan praktek judi pacuan kuda di Aceh Tengah dan untuk mengetahui mengapa praktek judi pacuan kuda bisa tetap lestari pada sebagian masyarakat Aceh Tengah. Adapun metode yang peneliti gunakan dalam penelitian ini yaitu kualitatif untuk dapat melihat fenomena secara naturalistik dan alamiah. Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menemukan bahwa terdapat beberapa pelaksaan praktek judi pacuan kuda di Aceh Tengah yaitu; tempat kegiatan judi pacuan kuda, teknis berjudi berupa (memilih warna baju, <em>ngoro, pain duit,</em> dan <em>jalu</em>), kemudian strategi penjudi seperti (memilih kuda, melihat riwayat peforma kuda, musyawarah bersama teman, serta berlagak pemula). Faktor penyebab judi pacuan kuda tetap lestari hingga saat ini diantaranya, peran tradisi lokal, persepsi penjudi terhadap respon masyarakat, dan banyaknya pengunjung. Kemudian, terdapat upaya pencegahan judi pada pelaksanaan pacuan kuda di Aceh Tengah, yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat setempat yaitu berupa himbauan dan pengawasan secara langsung hingga teguran bagi pelaku judi di arena pacuan kuda</p> Subhan Subhan Copyright (c) 2024 Subhan Subhan https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0 2024-03-30 2024-03-30 1 1 49 71 Perilaku Manipulatif Pengemis di Kota Banda Aceh https://jim.ar-raniry.ac.id/jupsi/article/view/704 <p>This study examines the phenomenon of beggars, initially perceived as a last resort for survival, which has transformed into a profession for personal enrichment. The research aims to identify the manipulative tactics employed by beggars in Banda Aceh, understand the realities of their lives, and explore the reasons behind their choice to engage in begging. This study adopts a qualitative field research method, utilizing data collection techniques such as observation, interviews, and documentation. The findings reveal that beggars frequently use manipulative tactics by posing as orphans, elderly individuals, or solitary figures to gain public sympathy. Public perception suggests that the widespread presence of beggars in Banda Aceh is largely orchestrated by certain actors with specific interests. The reasons for choosing begging as an activity in Banda Aceh include physical limitations, professional choice, lack of shame, and unwillingness to work.</p> <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Studi ini mengkaji fenomena pengemis yang awalnya dianggap sebagai pilihan terakhir untuk bertahan hidup, namun dalam perkembangannya justru menjadi profesi untuk memperkaya diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk manipulatif yang dilakukan oleh pengemis di Kota Banda Aceh, memahami realitas kehidupan mereka, serta mengeksplorasi alasan di balik pilihan mereka untuk mengemis. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan penelitian lapangan. Teknik pengumpulan data meliputi observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengemis kerap menggunakan taktik manipulatif seperti berpura-pura menjadi anak yatim, orang tua, atau individu yang hidup sebatang kara untuk memperoleh simpati masyarakat. Realitas kehidupan pengemis yang semakin marak di Banda Aceh diduga kuat diorganisir oleh oknum tertentu dengan kepentingan tertentu. Alasan para pengemis memilih mengemis sebagai aktivitas di Kota Banda Aceh meliputi keterbatasan fisik, pilihan profesi, kurangnya rasa malu, dan keengganan untuk bekerja.</p> Vera Risma Copyright (c) 2024 Vera Risma https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0 2024-03-30 2024-03-30 1 1 72 89